Senin, 29 Juni 2015

Tempat Ber-Dhammayatra



1. Tempat di mana Sang Tathagata dilahirkan
2. Tempat di mana Sang Tathagata memperoleh Penerangan Sempurna yang tiada bandingannya
3. Tempat di mana Sang Tathagata pertama kalinya membabarkan Dhamma
4. Tempat di mana Sang Tathagata memasuki Parinibbana.

Ke empat tempat tersebut seharusnya dikunjungi oleh para bhikkhu, bhikkhuni, upasaka, upasika yang berbakti dan merenungkan bahwa “di sinilah Sang Tathagata dilahirkan, di sinilah Sang Tathagata  mencapai Penerangan Sempurna, di sinilah Sang Tathagata pertama kali membabarkan Dhamma, dan di sinilah Sang Tathagata Parinibbana.” Dengan penuh keyakianan, maka setelah meninggal dunia mereka akan terlahir kembali di alam-alam  surga yang berbahagia.

Tempat berdammayatra yang patut dikunjungi untuk menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat, yaitu:
1. Taman Lumbini, sebagai tempat Sang Tathagata dilahirkan
2. Buddhagaya, sebagai tempat Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna(Bodhi)
3. Taman Rusa Isipatana, sebagai tempat Sang Tathagata pertama kali memutar roda dhamma.
4. Kusinara, sebagai tempat Sang Tathagata Parinibbana.

Pahala yang didapat sebagai kamma baik akibat berdhammayatra besar sekali, karena akan membantu menentukan kelahiran kita pada kehidupan yang akan datang. 
Dalam Mahaparinibbana Sutta, Sang Buddha pernah bersabda :
“Bagi mereka yang dengan keyakinan kuat melakukan ziarah ke tempat-tempat suci itu, maka setelah meninggal dunia akan terlahir di alam surga.”


Candi Borobudur



Nama asli Candi Borobudur ini adalah ‘Dasabhumi Sambhara Budara’ yang artinyaBukit Sepuluh Tingkat kerohanian, yang disingkat menjadi Sambhara Budara, lalu Bharabudara, dan dengan logat jawa menjadi Borobudur.

Borobudur menghadap ke arah timur dan didirikan di atas bukit pada tahun 826. Pembuatannya dipercayakan oleh arsitek India bernama Gunadharma. Dahulunya Borobudur seluruhnya dicat putih dan berada di tengah sebuah danau. 
Borobudur berukuran 123x123 meter, tinggi aslinya 42 meter, dan terdiri dari 4 bagian :
a.    Alas bawah
b.    5 lapis lingkaran persegi berlekuk sehingga berbentuk segi 20.
c.    3 lapis lingkaran bundar, terdapat 72 patung Vajrasatta dengan Dhammacakka Mudra dalam stupa-stupa yang dindingnya berlubang.
d.    1 stupa besar di tengah-tengah.
 
Kesemuanya ini melambangkan “Dasa Bhumi” atau sepuluh kesempurnaan(Paramita) yang harus dimiliki oleh seorang Bodhisatta untuk dapat menjadi Buddha.
Lapisan-lapisan berbentuk segi 20 itu diberi serambi sehingga menyerupai lorong-lorong. Di dinding serambi-serambi ini, baik bagian luar maupun dalamnya diberi relief-relief yang menceritakan kisah tertentu. Pada dinding dalam dari lorong pertama terdapat relief-relief tentang riwayat Buddha Gotama berdasarkan naskah Lalitavisara.
Pada lapisan pertama hingga ke empat terdapat patung-patung Dhayani Buddha (masing-masing 92 buah) yaitu :
1.    Menghadap ke timur : Aksobya dengan mudra Bhumisparsa (menunjuk bumi sebagai saksi)
2.    Menghadap ke selatan : Ratnasambhava dengan mudra Varada (memberi anugrah)
3.    Menghadap ke barat : Amitabha dengan mudra Dhyana (meditasi)
4.    Menghadap ke utara : Amogasiddhi dengan mudra Abhaya (jangan takut)

Candi Borobudur dipercaya sebagai tempat penyimpanan relik rambut Sang Buddha. Sejak permulaan dan pertengahan masa penjajahan Belanda, candi ini kurang terawat, dan mulai muncul kembali pada abad 19, namun ternyata candi dalam keadaan hancur. Candi borobudur kemudian dipugar beberapa kali, dan terakhir pemugarannya dilakukan dengan bantuan PBB dan selesai pada tahun 1983.

Candi Borobudur terkenal sebagai Candi Seribu Buddha karena banyak terdapat Buddha Rupang. Jumlah Buddha Rupang yang terdapat di Candi Borobudur adalah 504 buah.
Candi borobudur terletak di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Di Candi ini diadakan puncak perayaan Waisak setiap tahun. Candi ini menjadi obyek pariwisata untuk turis lokal maupun mancanegara karena merupakan salah satu keajaiban dunia.

Kisah Sariputta dan Moggallana



YA. Sariputta terkemuka dalam kebijaksanaan
YA. Moggallana terkemuka dalam Kekuatan Gaib

Sariputta terlahir di desa Upatissa dekat Rajagaha. Ayahnya adalah seorang Brahmana bernama Vanganta dan ibunya bernama Rupasari, karena itulah ia dikenal sebagai Sariputta yang artinya putera Sari. Sariputta mempunyai 3 adik laki-laki dan 3 adik perempuan yang semua kelak memasuki sangha.

Sejak kecil kepandaian Sariputta yang istimewa sudah terlihat. Mula-mula ia belajar kepada ayahnya yang mempunyai pandangan bijaksana dalam pengetahuannya sebagai seorang Brahmana. Ia mempelajari Veda, kitab suci agama Hindu. Pada usia 8 tahun ia belajar dengan seorang guru dan pada usia 16 tahun ia sudah terkenal di daerah tempat tinggalnya.

Pada hari kelahiran Sariputta, lahir pula seorang anak laki-laki di desa Kolita. Ayahnya adalah kepala desa dan ibunya adalah seorang Brahmana bernama Moggali, sehingga anak itu disebut juga Moggallana.

Sariputta dan Moggallana berteman sejak masa kanak-kanak. Mereka bersama-sama pula menikmati kesenangan hidup. Hingga suatu ketika mereka menyadari bahwa pada akhirnya semua manusia akan mengalami kematian, dan oleh sebab itu keduanya bersepakat untuk meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari jalan yang membebaskan diri dari kematian.

Mereka pergi berguru kepada Sanjaya, seorang guru yang terkenal saat itu. Dengan kemampuannya yang luar biasa, Sariputta dan Moggallana diakui sebagai murid utama. Meskipun telah menguasai semua ajaran yang diberikan gurunya, Sanjaya, mereka belum juga menemukan jalan pembebasan yang mereka cari. Mereka kemudia memilih jalan masing-masing untuk berguru, mereka berjanji bahwa siapa diantara mereka yang kelak terlebih dahulu memperoleh ajaran sempurna akan memberikan hal itu kepada lainnya.

Suatu pagi Sariputta melihat Bhikkhu Assaji, siswa pertama Sang Buddha yang sedang menerima dana makanan di rajagaha. Ia sangat terkesan melihat penampilan Bhikkhu Assaji yang damai dan agung. Setelah bhikku Assaji selesai makan, Sariputta mendekatinya dan memberi salam untuk kemudian bertanya siapakah guru beliau dan apa yang diajarkan oleh guru itu.

Kemudian Bhikkhu Assaji memberitahukan gurunya adalah Sang Buddha Gotama dan beliau tidak dapat menerangkan ajaran tersebut panjang lebar karena belum lama menjadi bhikkhu tetapi dapat menjelaskan secara singkat. Bhikkhu Assaji mengucapkan syair berikut :
“Ye dhamma hetuppabhava, tesam hetum tathagato aha;
Tesanca yo nirodho ca, evam vadi mahasamano.”
Yang artinya :
“Semua timbul karena suatu sebab, sebab itu telah diberitahukan oleh Sang Tathagata; dan juga lenyapnya.
Demikianlah yang diajarkan oleh Sang Pertapa Agung.”

Setelah mendengar syair tersebut, Sariputta memperoleh mata dhamma dan mencapai tingkat kesucian Sotapanna.

Segera setelah bertemu dengan Bhikkhu Assaji,  beliau menemui Moggallana dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya dan mengulang syair yang diucapkan Bhikkhu Assaji. Seketika itu Moggallana memperoleh mata dhamma dan mencapai Sotapanna.

Kemudian Sariputta dan Moggallana menyampaikan hal ini kepada Sanjaya, tetapi Sanjaya menolak untuk pergi menemui Sang Buddha. Keduanya lalu pergi bersama 250 murid Sanjaya ke Vihara Veluvana untuk menemui Sang Buddha dan memohon penahbisan serta diterima sebagai anggota sangha dengan kata ‘Ehi Bhikkhu’.

Tujuh hari setelah ditahbiskan, Moggallana mencapai tingkat Arahat setelah mendapat pencerahan dar Sang Buddha.

Lima belas hari setelah ditahbiskan, Sariputta berdiam bersama Sang Buddha di gua Sukarakhta di gunung  Gijjhakuta di kota Rajagaha. Kemudia Sariputta mencapai Arahat setelah Sang Buddha mengkhotbahkan Vedanapariggha kepada Pertapa Paribbajaka bernama Dighanakha dari keluarga Aggivesana.

YA. Sariputta dan YA. Moggallana merupaka siswa-siswa Sang Buddha yang mulia dan termashyur, juga merukapan siswa Kepala yang membantu Sang Buddha menyampaikan Dhamma kepada dunia.

Dalam suatu pertemuan para bhikkhu, Sang Buddha menyatakan bahwa YA. Sariputta adalah siswa yang terkemuka dalam kebijaksanan dan YA. Moggallana adalah siswa yang terkemuka dalam kekuatan gaib. Dalam hal kebijaksanaan, YA. Sariputta adalah yang kedua setelah Sang Buddha.

Pekik Kemenangan



“Anekajati samsara, Sandhavissam anibbissam
Gahakarakam gavesanto, Dukkha jati punappunam
Gahakaraka! Dittho’si, punageham na kahasi
Sabba to phasuka bhagga, Gahakutam visamkhitam
Visamkharagatam cittam, Tahanam khayamajjhaga.”

Artinya :
“Dengan sia-sia Aku mencari Pembuat Rumah ini
Berlari berputar-putar dalam tumimbal lahir
Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada habis-habisnya
Oh, Pembuat Rumah sekarang engkau telah Kuketahui
Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi
Semua tapmu telah Kurobohkan
Semua sendi-sendimu telah Kubongkar
Batin-Ku sekarang mencapai keadaan Nibbana
Dan berakhirlah semua nafsu-nafsu keinginan.”