Kamma berarti perbuatan, yang dalam
arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun
yang buruk, lahir ataupun batin, dengan pikiran, kata-kata, atau tindakan.
Kamma adalah semua kehendak atau itikad dengan tidak membedakan antara kehendak
baik (Bermoral) atau buruk (tidak bermoral).
Dalam Angutara Nikaya III: 415,
Sang Buddha pernah berkata bahwa :
“Kehendak untuk berbuat (cetana)
itulah yang Aku namakan kamma.
Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan
badan jasmani, perkataan, dan pikiran.”
Kamma adalah hukum tersendiri dan
tidak ada pemberi hukum. Kamma bekerja dengan sendirinya tanpa campur tangan
sosok pengatur eksternal. Karena tidak ada sosok tersembunyi yang mengatur
hadiah dan hukuman. Umat Buddha tidak bergantung kepada doa, kepada kekuatan
supernatural untuk memengaruhi hasil kamma. Menurut Sang Buddha, kamma bukan
ditakdirkan atau ditentukan kepada kkita oleh suatu kekuasaan atau kekuatan
misterius di mana kita hanya dapat pasrah dan tanpa daya.
Dalam Samyutta Nikaya I:293, Sang
Buddha juga pernah menyebutkan:
“Sesuai benih yang ditabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebaikan akan mendapat
kebaikan.
Pembuat kejahatan akan mendapat
kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih dan engkau
pulalah yang akan merasakan buah-buah daripadanya.”
Kamma bukanlah suatu wujud
melainkan suatu proses, aksi, energi, dan daya. Dalam bahasa anak-anak yang
sederhana, kamma diartikan sebagai: berbuatlah baik maka kebaikan akan datang
kepadamu sekarang dan sesudahnya. Jika berbuat buru maka kejahatan akan datang
kepadamu sekarang dan sesudahnya.
Dalam bahasa penuai: Jika kita
mebur benih yang baik, maka kita akan menuai panen yang baik. Jika kita menabur
benih yang buruk, maka kita akan meuai panen yang buruk.
Dalam bahasa ilmu pengetahuan,
kamma disebut sebagai hukum sebab dan akibat. Setiap sebab mempunyai akibat.
Seperti hukum fisika mengenai aksi dan reaksi. Sebagian orang menafsirkan
kekuatan ini sebagai aksi-pengaruh.
Prinsip dasar dari hukum kamma
adalah siapa yang menanam maka dia yang akan memetik hasilnya apakah hasil itu
baik atau buruk. Seseorang yang telah melakukan kamma buruk pasti akan
menderita karena menerima hasil perbuatanannya sendiri. Kita tidak mungkin bisa menghindarkan diri dari
akibat tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh kamma buruk yang telah kita
lakukan.
“Tidak di angkasa, tidak ditengah
lautan atau pun di dalam gua-gua gunung, tidak di mana pun seseorang dapat
menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan-perbuatan jahatnya.”
(Dhammapada
127)
“Setiap makhluk adalah pemilik
karmanya sendiri, pewaris karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri,
berkerabat dengan karmanya sendiri, dan dilindungi oleh karmanya sendiri. Karma
yang menentukan makhluk-makhluk, menjadikan mereka hina dan mulia.”
(Culakamavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya)