Minggu, 06 September 2015

Hukum Kamma/Karma

Kamma berarti perbuatan, yang dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir ataupun batin, dengan pikiran, kata-kata, atau tindakan. Kamma adalah semua kehendak atau itikad dengan tidak membedakan antara kehendak baik (Bermoral) atau buruk (tidak bermoral).

Dalam Angutara Nikaya III: 415, Sang Buddha pernah berkata bahwa :
“Kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma. 
Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan, dan pikiran.”

Kamma adalah hukum tersendiri dan tidak ada pemberi hukum. Kamma bekerja dengan sendirinya tanpa campur tangan sosok pengatur eksternal. Karena tidak ada sosok tersembunyi yang mengatur hadiah dan hukuman. Umat Buddha tidak bergantung kepada doa, kepada kekuatan supernatural untuk memengaruhi hasil kamma. Menurut Sang Buddha, kamma bukan ditakdirkan atau ditentukan kepada kkita oleh suatu kekuasaan atau kekuatan misterius di mana kita hanya dapat pasrah dan tanpa daya.

Dalam Samyutta Nikaya I:293, Sang Buddha juga pernah menyebutkan:
“Sesuai benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan.
Pembuat kejahatan akan mendapat kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah-buah daripadanya.”

Kamma bukanlah suatu wujud melainkan suatu proses, aksi, energi, dan daya. Dalam bahasa anak-anak yang sederhana, kamma diartikan sebagai: berbuatlah baik maka kebaikan akan datang kepadamu sekarang dan sesudahnya. Jika berbuat buru maka kejahatan akan datang kepadamu sekarang dan sesudahnya.

Dalam bahasa penuai: Jika kita mebur benih yang baik, maka kita akan menuai panen yang baik. Jika kita menabur benih yang buruk, maka kita akan meuai panen yang buruk.

Dalam bahasa ilmu pengetahuan, kamma disebut sebagai hukum sebab dan akibat. Setiap sebab mempunyai akibat. Seperti hukum fisika mengenai aksi dan reaksi. Sebagian orang menafsirkan kekuatan ini sebagai aksi-pengaruh.

Prinsip dasar dari hukum kamma adalah siapa yang menanam maka dia yang akan memetik hasilnya apakah hasil itu baik atau buruk. Seseorang yang telah melakukan kamma buruk pasti akan menderita karena menerima hasil perbuatanannya sendiri. Kita  tidak mungkin bisa menghindarkan diri dari akibat tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh kamma buruk yang telah kita lakukan.

“Tidak di angkasa, tidak ditengah lautan atau pun di dalam gua-gua gunung, tidak di mana pun seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan-perbuatan jahatnya.” 
(Dhammapada 127)


“Setiap makhluk adalah pemilik karmanya sendiri, pewaris karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri, berkerabat dengan karmanya sendiri, dan dilindungi oleh karmanya sendiri. Karma yang menentukan makhluk-makhluk, menjadikan mereka hina dan mulia.” 
(Culakamavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya)

Samma Sambuddha

Samma Sambuddha adalah orang yang berusaha sendiri hingga mencapai penerangan sempurna (Bodhi), mampu mengajarkan dhamma kepada makhluk lain sehingga mereka pun dapat mencapai penerangan sempurna. Samma Sambuddha disebut juga Sabbannu Buddha atau Buddha Maha Tahu, sebab ia dapat mengetahui segala sesuatu bila menginginkannya, dengan cara terperinci.

Dalam Mahapadana Sutta, Digha Nikaya, diuraikan tentang tjuh Samma Sambuddha, yaitu: Vipassi, Vessabhu, Konagamana, Kassapa, dan Gotama. 
Sutta ini juga menerangkan tentang sebelas hal yang berkaitan dengan tujuh Samma Sambuddha, yaitu:
·         Kappa kelahiran
·         Kedudukan sosial (jati)
·         Keluarga (gotta)
·         Panjang usia kehidupan pada kappa tersebut (ayu)
·         Pohon di mana tercapainya penerangan sempurna (bodhi-rukha)
·         Nama kedua siswa terbaik (savakayuga)
·         Jumlah para arahat yang hadir pada pertemuan yang dipimpin Sang Buddha (savakasannipata)
·         Nama siswa pembantu (upatthakabhikkhu)
·         Nama ayah
·         Nama ibu
·         Tempat kelahiran

Terdapat delapan hal yang berbeda pada para Buddha, yaitu :
·         Panjang usia kehidupan pada kappa kelahiran mereka
·         Tinggi badan
·         Kedudukan sosial
·         Lama masa pertapaan
·         Sinar (aura) tubuh
·         Tunggangan atau kendaraan yang digunakan ketika meninggalkan kehidupan keduniawian
·         Pohon tempat pencapaian penerangan sempurna
·         Luas tempat duduk (pallanka) di bawah pohon boddhi

Dalam kitab Buddhavamsa Atthakatha disebutkan tentang empat hal yang tidak akan terjadi pada seorang Buddha, yaitu :
·     Empat kebutuhan pokok yang telah direncanakan untuk didanakan kepada Sang Buddha tidak akan gagal disampaikan.
·         Tak seorang pun dapat membunuh Sang Buddha.
·         Tiga puluh dua tanda manusia agung (Mahapurisalakkhana) tidak mungkin dilukai.
·         Tak ada sesuatu yang dapat menghalangi sinar (aura) tubuh Sang Buddha.

Tidak akan ada Samma Sambuddha yang akan muncul selama ajaran (sasana) dari Buddha yang lalu belum lenyap.munculnya Samma Sambuddha yang berikutnya hanya terjadi setelah dhatu/relik Samma Sambuddha sebelumnya telah lenyap/musnah dari dunia(dhatuparinibbana).

Setiap membentuk Sangha, patimokkhaddasagatha pertama dari setiap Buddha adalah sama. Pencapaian arahat adalah tujuan pengajaran para Buddha. Makhluk-makhluk dapat mencapai empat abhinna pada masa kehidupan Sang Buddha. Samma Sambuddha memiliki sepuluh kekuatan (dasabala) yaitu pengertian yang sempurna tentang sepuluh bidan pengetahuan. Kemampuan Sang Buddha untuk mengetahui kehidupan-kehidupan adalah yang paling tinggi diantara ariya-puggala. Setiap Buddha melaksanakan Mahasamaya (pertemuan agung). Dan hanya Sang Buddha yang dapat mengajarkan sutta-sutta yang cocok dengan berbagai macam sifat dari para peserta pertemuan.

Para Buddha tidak kebal terhadap penyakit. Setiap Buddha mempunyai kemampuan untuk hidup selama satu kappa (ayukappa), tetapi tidak ada Buddha yang melakukannya, panjang usia Buddha dipengaruhi pula oleh cuaca dan makanan.


Bilamana Sang Buddha meninggal, maka jenazahnya akan dihormati dan diurus seperti jenazah raja. Pada waktu malam pada saat-saat menjelang Beliau meninggal, tubuh beliau akan bercahaya gemilang bagaikan cahaya tubuhnya ketika Beliau mencapai Bodhi.